Membangun Kota Cerdas lewat Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Warga

SCCIS – (11/10) Permasalahan pelik perkotaan, yang menjadi titik temu dan berkumpulnya orang banyak, akan terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk. Kolaborasi pemerintah, swasta, komunitas, dan masyarakat menjadi kunci terciptanya tata kelola yang baik.

Hal itu menjadi topik dalam Smart Indonesia Initiatives Forum (SIIF) dan International Conference on ICT for Smart Society (ICISS) 2018 di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (11/10/2018). Acara yang dimulai sejak Rabu itu buah kerja sama Institut Tekonologi Bandung dan Pemkot Semarang.

Peneliti Smart City & Community Innovation Center (SCCIC) ITB, Hendra Sandhi Firmansyah, Kamis, mengatakan, dalam pembangunan kota, inovasi perlu dilakukan. Namun, kerap kali kota terbentur hambatan ketersediaan infrastruktur, yang juga berkaitan dengan pendanaan.

Menurut Hendra, inovasi sebenarnya terus bermunculan seiring inisiatif kota dalam membangun daerahnya. “Namun, kerap kali ada kendala modal. Lalu bagaimana mengatasinya? Kolaborasi. Pendanaan dapat melalui CSR, yang juga didukung keterlibatan peneliti dan akademisi,” ujarnya.

Berikutnya, lanjut Hendra, yang perlu disiapkan ialah sumber daya manusia (SDM) serta kesiapan masyarakat menerima teknologi informasi (TI). Menurutnya, dari survei di beberapa kota, ketersediaan tenaga TI dalam mendukung inovasi hanya berkisar 30-40 persen dari kebutuhan.

Terkait penerapan teknologi di tengah masyarakat, setiap kota memiliki karakteristik sendiri-sendiri sehingga kebutuhannya berbeda. “Namun, bisa dilakukan pengenalan teknologi secara persuasif kepada masyarakat. Juga diikuti perubahan pola pikir dari masyarakatnya,” kata Hendra.

Hendra mengatakan, forum yang telah memasuki tahun ke-4 ini digelar di Kota Semarang, yang selama ini dinilai gencar menginisiasi smart city. Dari pertemuan yang juga menghadirkan sejumlah ahli dari mancanegara itu, akan lahir rekomendasi dari masalah-masalah yang mengemuka.

Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, yang juga ketua panitia, Baskara Nugraha, menuturkan, seiring urbanisasi, masalah yang tumbuh di satu kota akan lebih cepat dibandingkan upaya mengatasinya. Ini termasuk masalah lingkungan, sosial, dan kriminalitas di dalamnya.

Dengan cara lama, yang sepenuhnya bergantung pada pemerintah, permasalahan akan semakin kompleks. “Karena itu, dalam pertemuan ini kami bertukar pikiran bagaimana caranya agar masalah tertangani dengan cepat. Salah satunya, cari inovasi-inovasi yang non konvensional,” ujar Baskara.

Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Suhono Harso Supangkat, mengatakan, dalam konsep Smart City Living Lab, kolaborasi para pemangku kepentingan penting. “Karakteristik Society 5.0 antara lain Co Society, Colaboration, Co Creation, dan Co Working space,” kata Suhono.

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, menuturkan, setiap wilayah memiliki kebudayaan dan kearifan lokal yang berbeda. Sehingga, pengalaman satu kota tidak serta merta langsung bisa diadaptasi oleh kota lainnya. Namun, bisa saling belajar satu sama lain.

“Kami terus memberi pemahaman tentang pentingnya kolaborasi. Beberapa waktu lalu, Kota Semarang bekerja sama dalam hal pengembang Smart City dengan Kabupaten Batang, Rembang, Klaten, dan Kota Banjarmasin. Ini yang disebut konsep membangun bersama,” kata Hendrar.

Hendrar menambahkan, konsep smart city harus cepat dan memberi kepastian waktu, baik dalam pelaporan maupun pelayanan perizinan. Sejumlah fasilitas di Pemkot Semarang antara lain sistem pelaporan daring, perizinan daring, dan sistem pengawasan terintegrasi di “Situation Room”./Kompas.id