Bukittinggi Akan Buat Kolaborasi dengan ITB Soal Smart City

SCCIC.ID, (21/03) – Bukittinggi akan buat kolaborasi dengan ITB soal smart city, hal tersebut disampaikan Wakil walkot Bukittinggi, H. Irwandi, S.H, saat Living Lab Smart City and Community Innovation Center ITB kembali lakukan penjelasan hasil Rating Kota Cerdas Indonesia 2017 (RKCI 2017), Kota Tanjungbalai dan Kota Bukittinggi, di Living Lab Smart City SCCIC ITB pada Kamis (20/03).

Hadir dalam pembahasan tersebut, yakni Wakil walkot Bukittinggi, H. Irwandi, S.H, Kepala Diskominfo Kota bukittinggi Drs. H. Johni, Kepala Diskominfo kota Tanjungbalai DrsWalman RP Girsang dan perwakilan dari Bapeda Kota Tanjungbalai.

Kehadiran tersebut disambut oleh Ketua Smart City Indonesia, Prof. Suhono Harso Supangkat dan beberapa peneliti Smart City ITB, Dr. Ir. Arry Akhmad Arman, Hendra Sandy.

Wakil walikota Bukittinggi, H. Irwandi, S.H, mengatakan pembahasan RKCI tersebut menjadi suatu pemahaman bahwa smart city bukan masalah berbasis IT.

“smart city bukan maslah IT, bahwa hal tersebut berimplikasi ke masalah sosial, dan yang lainnya. Sehingga penyelesaiannya tidak selalu dengan berbasis IT.” Kata Irwandi saat diwawancarai usai penjelasan RKCI tersebut di SCCIC Living Lab ITB.

Irwandi menambahkan dirinya sangat terbantu dengan adanya penjelasan hasil RKCI 2017 tersebut. “kini karena kita sudah tahu kita berada pada kuadrat mana, ke kedepannya akan kerjasama dengan ITB dalam membangun smart city living lab di Bukittinggi” kata Irwandi.

Mengenai inovasi yang dikembangkan oleh SCCIC, Bukittinggi akan ada banyak penerapan inovasi tersebut, oleh karenanya ia sangat berkeinginan membuat kolaborasi dengan ITB.

“Harapannya, setelah adanya evaluasi RKCI, Bukittinggi akan jadikan evaluasi apa saja yang perlu diperbaiki, seperti dalam SDM, hal ini bisa diperkuat dengan adanya kerjasama dengan ITB ini. Seperti penguatan kapasitas SDM” jelasnya.

Menurut Irwandi, membangun smart city tidaklah mudah, menurutnya Smart city bukan mencari prestise, tapi kebutuhan, optimisme nya tinggi dari keberhasilan smart city ialah sebagai efisiensi kota, seperrti dalam mengelola kebijakan pemerintah agar transfaran, dan cerdas dalam bertindak dalam ekonomi sosial budaya dan lainnya.

“Walaupun sekarang belum ada kota di Indonesia yang 100 persen sudah smart city, oleh karena itu harus banyak pendekatan pada SDM. Sosialisasi perlu dilakukan untuk mengenalkan pada masyarakat akan smart city.” Pungkasnya.

Peneliti Smart City: 7 Kesalahan Kota yang Sering Dilakukan

SCCIC.ID, (16/03) – Dalam acara halfday workshop hasil Rating Kota Cerdas Indonesia 2017 yang kembali dilakukan oleh Living Lab Smart City and Community Innovation Center ITB, Peneliti Smart City ITB, Ryan A. Nugraha menjelaskan bahwa ada beberapa kesalahan kota yang sering dilakukan kota. Hal tersebut disampaikan oleh Ryan dalam paparannya kepada perwakilan dari Kota Makassar dan Kota Manado, di SCCIC Living Lab ITB pada kamis, (15/03). “Dalam membangun smart city, ada tujuh kesalahan umum yang sering dilakukan kota”, ujar Ryan dalam pembahasannya di SCCIC Living Lab.

Hadir dalam pembahasan tersebut, yakni Kepala Diskominfo Kota Makassar, Ismail Hajiali, Kepala Seksi Aplikasi Diskominfo Makassar Jusman, Kasi Aplikasi dan Telematika Muhammad Hamzah, dan Kabid Aptika Diskominfo Kota Manado.

Kesalahan kota yang sering dilakukan tersebut ialah:

  1. Tidak memulai dari basic value, malah fokus ke additional value.
  2. Tidak memulai dengan yang harus diperbaiki.
  3. Tidak menerapkan manajemen (terutama keberlanjutan).
  4. Tidak mempersiapkan inisiatif secara serius dan didukung enabler yang holistic.
  5. Tidak mengeliminasi inisiatif kontra produktif.
  6. Tidak mengajak partisipasi public secara efektif.
  7. Tidak mulai dari yang kecil (scope terbatas).

Rating Kota Cerdas Indonesia tahun 2017 (RKCI 2017) mengukur 93 kota (kecuali kota administratif Jakarta) di Indonesia, dengan klasifikasi kota besar yaitu kota dengan penduduk di atas 1 juta jiwa sebanyak 14 kota; kota sedang yaitu kota dengan penduduk diantara 200 ribu hingga 1 juta jiwa sebanyak 43 kota dan kota kecil yaitu kota dengan penduduk di bawah 200 ribu jiwa sebanyak 36 kota.

Tahap seleksi terdiri dari evaluasi mandiri dimana kota diminta untuk mengisi kuesioner secara online; penilaian hasil evaluasi mandiri; validasi dan kunjungan langsung ke kota-kota finalis; pemetaan kota berdasarkan potensi masing-masing dan pengumuman hasil pemetaan kota.

Pemetaan dilakukan dengan menilai proses pengelolaan kota dari sisi utilisasi sumber daya, manajemen, integrasi dan keberlanjutan, e-government, strategi dan rencana serta menilai kualitas hidup dari sisi pelayanan, indeks kualitas hidup dan indeks lainnya, persepsi masyarakat dan penilaian terhadap inovasi kota.

Menurut Yuti Ariani, peneliti smart city lainnya, dari rata-rata 31 kota yang dikunjungi oleh tim Surveyor RKCI 2017, kriteria rating kesehatan cerdas memiliki nilai tertinggi dibandingkan kriteria rating lainnya. Sedangkan kriteria rating Pengembangan dan Pengelolaan Kota, Kesiapan Integrasi dan Ekosistem Teknologi Finansial merupakan kategori dengan nilai terendah.

ITB Bahas Hasil RKCI 2017 Kota Makassar dan Manado

SCCIC.ID, (15/03) – Living Lab Smart City and Community Innovation Center ITB kembali lakukan penjelasan hasil Rating Kota Cerdas Indonesia 2017 (RKCI 2017), Kepada Diskominfo Kota Makassar dan Kota Manado, di Living Lab Smart City SCCIC ITB pada Kamis (15/03).

Hadir dalam pembahsan tersebut, yakni Kepala Diskominfo Kota Makassar, Ismail Hajiali, Kepala Seksi Aplikasi Diskominfo Makassar Jusman, Kasi Aplikasi dan Telematika Muhammad Hamzah, dan Kabid Aptika Diskominfo Kota Manado.

Kehadiran tersebut disambut oleh Ketua Smart City Indonesia, Prof. Suhono Harso Supangkat dan beberapa peneliti Smart City ITB, Dr. Ir. Arry Akhmad Arman, Yuti Ariani, dan Ryan Adithya Nugraha.

Dalam pembahasan hasil RKCI 2017 Kota Makassar, Kepala Diskominfo Kota Makassar, Ismail Hajiali mengatakan bahwa pembahasan hasil RKCI 2017 tersebut sangat menambah wawasan.

“bahwa di daerah, membangun kota cerdas bukan lagi berbicara mengenai teknologi dan informasi semata, tapi memang bagaimana membangun kualitas hidup masyarakatnya” kata Ismail dalam wawancara kami usai acara penjelasan hasil RKCI 2017.

Menurut Ismail, meski Makassar sudah memulai konsep smart city, seperti adanya living lab, war room, lorong garden yang cerdas, cctv, dan integrasi layanan lainnya, ITB dalam hal ini bisa memberikan guidance dalam melaksanakan konsep smart city.

Selain membahas hasil RKCI 2017, peneliti SCCIC Living lab ITB juga mengenalkan mengenai ISSP, yaitu Integrated Smart System Platform, inovasi Smart Identity (sidas.id), indismart dan Tripisia (tripisia.com) yaitu trip planner Indonesia.

Mengenai inovasi Living Lab SCCIC tersebut, Ismail berpendapat bahwa inti dari layanan tersebut bisa menambah kualitas dan layanan hidup masyarakat menjadli lebih baik, dan langsung bisa dirasakan.

“Memang, sama Smart city bukan hanya mempunyai teknologi dan command center, bahwa inovasi kota cerdas bisa membangun kota sesuai kebutuhan” katanya.

Ismail berharap dengan adanya RKCI yang dilakukan ITB, akan bisa memotivasi atau mendorong daerah dalam membangun indikator kota cerdas.

Pada Awarding RKCI 2017, Tiga kategori penghargaan berhasil di menangkan kota Makassar yakni Rating Digital Government Readiness, Rating Kesiapan Integritas (Integration Readiness), serta Rating Pengembangan dan Pengelolaan Kota (smarter way).

Sedangkan, Kota Manado selain itu, setelah menerima penghargaan utama sebagai Rating Kota Cerdas Indonesia 2017 kategori Kota Sedang yang diserahkan secara langsung Wakil Presiden RI dan diterima Wakil Walikota Manado Mor D,  Bastiaan mewakili Walikota Manado di Istana Wakil Presiden pada Senin, 11 Desember 2017, masih dalam rangkaian Rating Kota Cerdas Indonesia yakni acara Talkshow Samrt City yang dilaksanakan di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan Jakarta Pusat,  Kota Manado menerima 10 penghargaan kategori penilaian kota cerdas dari 13 kategori yang dinilai selaku Kota yang menuju cerdas (smart city).

 

ITB dan University of Technology Sydney Buat Kolaborasi Kembangkan Smart City

SCCIC – Jumat (2/2), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan University of Technologi Sydney (UTS) bekerja sama dalam mengembangkan smart city (kota cerdas). Ide kota cerdas ini akan diterapkan di Indonesia dalam waktu dekat.

Father of Smart City Indonesia, yang juga peneliti dari Smart City and Community Innovation Center (SCCIC) ITB, Suhono Harso Supangkat menjelaskan bahwa kolaborasi ini untuk mencari persoalan kota yang menjadi masalah bagi masyarakat. “Kami berusaha memecahkan masalah urban area tersebut terlebih dahulu dan mencari pola smart city yang tepat,” kata Suhono dalam presentasinya.

Kerja sama ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull di Sydney, Australia, tahun lalu. Pembicaraan tersebut mengulas seputar meningkatkan kerja sama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.

Kerjasama akan dimulai membahas dan mengembangkan smart city Jakarta. Sebab, permasalahan Jakarta sudah jelas. Jakarta meluncurkan aplikasi Jakarta Smart City sejak tiga tahun lalu. Namun, menurut Suhono, kota cerdas bukan sekadar teknologi, melainkan pemahaman masyarakat. “Itu menjadi hal yang harus diperbaiki, dari sisi partisipasi. Kepentingan-kepentingan politik yang berdampak tidak baik juga harus dinetralkan,” kata dia.

Suhono mengatakan, smart city bukan hanya persoalan teknologi dan infrastruktur, tapi sumber daya manusia juga perlu disiapkan untuk menghadapi perkembangan tersebut. “Jika manusia tidak siap dalam melakukan pembangunan, maka smart city tidak akan tercapai,” ujarnya.

Dia menyebutkan beberapa kendala smart city di Indonesia. “Tidak hanya masalah teknologi, tapi masalah-masalah kultural masyarakat,” kata dia. “Kemudian masalah penerimaan masyarakat terhadap smartcity,.”

Anthony Burke, Dekan Kerja sama Internasional dan Eksternal untuk UTS School of Architechture mengatakan, kolaborasi ini akan memberikan keuntungan bagi banyak orang. “Kami melihat banyak bidang untuk kepentingan bersama yang akan menguntungkan banyak orang bagi kedua negara, bahkan diseluruh wilayah Asia Pasifik. Kami sangat antusias dengan kesempatan untuk mencari solusi perancangan smart city yang baik,” ujar Burke./Tempo.co

ITB dan University of Technology Sydney Buat Kolaborasi Kembangkan Smart City

SCCIC – Jumat (2/2), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan University of Technologi Sydney (UTS) bekerja sama dalam mengembangkan smart city (kota cerdas). Ide kota cerdas ini akan diterapkan di Indonesia dalam waktu dekat.

Father of Smart City Indonesia, yang juga peneliti dari Smart City and Community Innovation Center (SCCIC) ITB, Suhono Harso Supangkat menjelaskan bahwa kolaborasi ini untuk mencari persoalan kota yang menjadi masalah bagi masyarakat. “Kami berusaha memecahkan masalah urban area tersebut terlebih dahulu dan mencari pola smart city yang tepat,” kata Suhono dalam presentasinya.

Kerja sama ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull di Sydney, Australia, tahun lalu. Pembicaraan tersebut mengulas seputar meningkatkan kerja sama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.

Kerjasama akan dimulai membahas dan mengembangkan smart city Jakarta. Sebab, permasalahan Jakarta sudah jelas. Jakarta meluncurkan aplikasi Jakarta Smart City sejak tiga tahun lalu. Namun, menurut Suhono, kota cerdas bukan sekadar teknologi, melainkan pemahaman masyarakat. “Itu menjadi hal yang harus diperbaiki, dari sisi partisipasi. Kepentingan-kepentingan politik yang berdampak tidak baik juga harus dinetralkan,” kata dia.

Suhono mengatakan, smart city bukan hanya persoalan teknologi dan infrastruktur, tapi sumber daya manusia juga perlu disiapkan untuk menghadapi perkembangan tersebut. “Jika manusia tidak siap dalam melakukan pembangunan, maka smart city tidak akan tercapai,” ujarnya.

Dia menyebutkan beberapa kendala smart city di Indonesia. “Tidak hanya masalah teknologi, tapi masalah-masalah kultural masyarakat,” kata dia. “Kemudian masalah penerimaan masyarakat terhadap smartcity,.”

Anthony Burke, Dekan Kerja sama Internasional dan Eksternal untuk UTS School of Architechture mengatakan, kolaborasi ini akan memberikan keuntungan bagi banyak orang. “Kami melihat banyak bidang untuk kepentingan bersama yang akan menguntungkan banyak orang bagi kedua negara, bahkan diseluruh wilayah Asia Pasifik. Kami sangat antusias dengan kesempatan untuk mencari solusi perancangan smart city yang baik,” ujar Burke./Tempo.co

[Indra Irawan]